Monday, October 3, 2011

Godless Symptoms Tak Akan Pernah Berhenti

DISTORSI. HANYA ITU YANG MEREKA YAKINI. DAN MALAM ITU, GODLESS SYMPTOMS MENGUCAP IKRAR TAK AKAN PERNAH BERHENTI MENEBAR SUKA CITA LEWAT DISTORSI YANG MEREKA YAKINI.
SEKALI lagi, kata anjing bertebaran sekerap hilir mudiknya oksigen ke lubang tenggorokan dan paru-paru dari mulut seorang MC bernama Reggi Kayong. Dan mudah diterka, itu adalah tengara bahwa sebuah pesta tengah digelar. Bukan sekadar pesta hura-hura tanpa makna, melainkan pesta penanda delapan tahun eksistensi sebuah band bernama Godless Symptoms.

Delapan! Hitungan ini jelas tidak seberapa jika dibandingkan bilangan umur dunia ini. Tapi, bagi sebuah keluarga bernama Godless Symptoms, bilangan delapan memiliki sejuta makna. Sebab, delapan bundel kalender buat mereka adalah tetesan keringat dan perjuangan. Karena itulah, mereka merasa harus menandai milad kedelapan dengan sebuah perayaan sederhana namun bermakna.

Malam itu, di sebuah tempat kecil bernama Rogers Café, Godless Symptoms tidak hanya menjadi tuan rumah yang baik bagi kerabat yang datang untuk sekadar mengucap selamat. Godless Symptoms juga telah menebar spirit bagi siapa pun yang sampai detik ini menjejakkan kaki di atas tanah bernama scene Bandung Underground. “Dan kita tidak akan pernah berhenti di sini,” teriak Barus dari balik corong mikropon.
Ahhh… melihat apa yang berlangsung di ruang redup Rogers Café malam itu rasanya kita tidak lagi memerlukan tempat seperti Yon Armed atau venue lain yang untuk menebusnya kita harus melakukan banyak hal, mulai dari ritual makan kembang sampai menyayat urat nadi sendiri tanda kita siap mengabdikan nyawa untuk sebuah frasa bernama ketertiban umum.

Seperti mafhum apa yang harus dilakukan, Godless Symptoms rupanya telah menyiapkan tidak kurang dari selusin resital untuk menjamu saudara yang datang ke perayaan delapan tahun eksistensi mereka di musik bawah tanah kota ini. Begitu corong mikropon tuntas dimaki-maki gerombolan Eyefeelsix — lalu kemudian sebentar berada di tangan Butche Mario dan Gebeg yang melakukan battle sarkasme nan memikat, Godless Symptoms langsung menggebrak dengan nomor Tak Ada Bendera Putih.

Jangan pernah membayangkan kegilaan apa yang berlangsung di atas lantai Rogers Café begitu lagu Tak Ada Bendera Putih . Sebab, kapasitas imajinasi kita mungkin tidak akan sampai untuk bisa menggambarkan kegilaan tersebut. Kegilaan itu hanya bisa dirasakan.

Seluruh pengunjung yang hadir malam itu mungkin tak akan pernah menggubris lagu apa yang dibesut Godless Symptoms. Toh, mereka hadir ke Rogers Café malam itu bukan semata-mata untuk mendengarkan lagu. Melainkan lebih dari itu. Maka tak heran bila Ritus Penutup, Dominasi Zombie, Rusak Bumi, Ratakan Tirani, dan Arogansi, seperti memiliki makna sama buat seluruh pengunjung. Seluruh lagu adalah kegilaan.
Terlebih lagi ketika dua kata mengelupas dari lidah barus: Kerajaan Ilusi. Saat itulah kegilaan seperti hendak mencapai ajal. Namun, Kerajaan Ilusi ternyata tidak menjadi rajah dominan malam itu. Flower City dan Kuya Ngora justru yang jadi anthem pengikat. Rasanya kita tidak akan pernah menyaksikan di gigs lain sebuah lagu sampai dibawakan tiga kali.

Pengunjung rupanya masih memiliki spirit tempur segunung ketika Godless Symptoms mengumandangkan Anjing Iblis sebagai rajah pamungkas. Mereka pun memaksa Barus dan kawan-kawan tetap berada di stage. Tak mau mengecewakan saudara, Godless Symptoms pun kembali membawakan ulang Flower City dan Kuya Ngora sekali lagi. Ternyata itu tidak cukup. Pengunjung masih meminta lebih. Dan Godless Symptoms pun kembali menghajar Kuya Ngora.

Hari ini 46 tahun lalu, negera kita mengalami revolusi. Tapi malam itu, Godless Symptoms menggelar revolusi sendiri. Wilujeng milad, Godless Symptoms!


No comments:

Post a Comment